Search This Blog

Sunday, 11 August 2013

Mudik Lebaran dan Budaya



Mudik merupakan sebuah prosesi yang sakral bagi seluruh elemen bangsa indonesia. Seluruh aspek kehidupan masyarakat, mulai dari pengemis, pengamen, buruh, bisnismen, bahkan pemerintah terlibat di dalamnya.

Mudik identik dengan kampung halaman. Kampung tempat dilahirkan, kampung tempat orang tua tinggal, kampung keluarga istri, kampung sanak keluarga lain. Di kota besar, ada juga majikan yang mengantarkan pembantunya pulang kampung sampai rumah. Karena sang majikan asli kota, bukan kampung. Sang majikan ikut pulang kampung ke rumah pembantunya.


Kota besar tak ubahnya seperti kota tak bertuan. Jakarta sepi. Jika diibaratkan, kita berjalan di tengah jalan, tak ada mobil yang menabrak. Mau lompat dr gedung tertinggi pun, tak ada yang menolong. Mau main sepak bola di tengah air mancur hotel indonesia, tak ada yang melarang. Siapa penduduk kota itu? Kemana mereka? Orang asli kota sudah banyak yang memiliki istri dari kampung. Mereka ikut mudik juga.

proses mudik terbesar di Indonesia menjelang lebaran. Jalurnya selalu sama, pantura atau lintas selatan. Masalah yang muncul-pun selalu sama. Macet. Jarak tempuh 500 km yang bisa ditempuh 10-12 jam, saat ini bisa jadi 20 - 25 jam. Pemborosan yang sudah dianggap lumrah.


Boros bisa berarti apapun, tidak hanya uang. Boros waktu yang terbuan sia-sia, yang sebenarnya bisa kita gunakan untuk hal lain yang lebih bermanfaat. Boros bahan bakar, perjalanan kendaraan umum terutama bus yang memakan waktu dua kali lipat, menguras bahan bakar dua kali lipat juga. Pertamina harus konsentrasi pada penyaluran bahan bakar di sepanjang jalur mudik. Masyarakat di sekitar jalur mudik harus rela jalan utamanya di penuhi pemudik, sampai akhirnya mengganggu berbagai aktivitas kesehariannya...

No comments: