Search This Blog

Sunday, 30 June 2013

Studi Pengukuran Tingkat Kebahagiaan

Tujuan utama pembangunan adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur. Jika membicarakan sejahtera dinyatakan sebagai suatu kondisi masyarakat yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya, serta terpenuhinya hak asasi dan partisipasi serta terwujudnya masyarakat beriman dan bertaqwa, maka kesejahteraan yang diukur dari berbagai hal objektif tidak cukup menggambarkan kesejahteraan itu sendiri.
Kesejahteraan penduduk pada saat ini diukur dari pendapatan per kapita ditambah dengan pencapaian pembangunan manusia yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sepertinya masih belum cukup. IPM yang meningkat dan angka kemiskinan yang terus menurun, ternyata memiliki paradoks tersendiri. Meningkatnya jumlah tindak pidana/kejahatan, meningkatnya kasus bunuh diri, serta meningkatnya perkelahian massal, seperti memperlihatkan pada kita dampak pembangunan pada kondisi yang lain.

Di Indonesia tingginya PDRB dan tingginya IPM berbanding terbalik dengan angka kemiskinan, ternyata tidak berlaku di Yogyakarta. Di provinsi ini, nilai IPM yang tinggi ternyata memiliki penduduk miskin yang cukup tinggi juga. Apa penyebabnya? Adakah yang salah dengan pengukuran kesejahteraan kita? Selama ini, pengukuran kesejahteraan selalu diukur dari berbahai hal objektif. Seperti pendidikan yang ditamatkan, status pekerjaan, keluhan kesehatan, dan sebagainya. Sehingga ada hal lain yang tidak tertangkap pada pengukuran ini, yaitu perasaan subjektif.  
Kepuasan atau kebahagiaan hidup tidak selamanya bisa dibeli dengan materi. Di Jepang pendapatan rata-rata penduduk dalam 1 tahun mencapai 50 ribu dollar, akan tatapi kejadian bunuh diri tinggi, mulai dari anak sekolah sampai dengan pengusaha. Hal yang hampir sama terjadi di Amerika. Tetapi korban membunuh orang lain sebelum membunuh dirinya sendiri. Atau kejadian di Timur Tengah yang membawa rompi yang berisi bom dan meledakkan dirinya sendiri di tengah keramaian. Itu semua bisa jadi bentuk ketidakpuasan dalam hidup mereka (pelakunya).
Di dunia internasional sudah banyak studi mengenai kebahagiaan. Negara Bhutan menggunakan Gross National Happiness (GNH) dalam mengukur kesejahteraan di negaranya.  OECD mengembangkan better life index yang dilakukan pada 20 negara yang tergabung dalam anggotanya, yaitu Negara dalam kategori maju. Ada juga hasil survei Ipsos Global yang diterbitkan awal Februari yang kemudian dikutip oleh majalah Time (Kamis, 1 Maret 2012), Indonesia masuk dalam posisi teratas dalam kategori negara yang sangat berbahagia. Berbeda dengan Happy Planet Index pada tahun 2012 yang menempatkan Indonesia pada posisi 14 dari 151 negara.
Di Indonesia saat ini dilakukan sedang dilaksanakan studi terkait tingkat kebahagiaan penduduk sebagai proxi dari kesejahteraan. Studi ini bernama Studi Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) dilaksanakan Badan Pusat Statistik.Salah satu pertanyaannya adalah "Seberapa bahagia kehidupan Anda?".

No comments: